BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Salah satu sasaran strategis dalam
pembangunan kesehatan tahun 2010-2014
yaitu meningkatnya status kesehatan dan
gizi masyarakat antara lain dengan
meningkatkan umur harapan hidup dari 70,7
tahun menjadi 72 tahun, menurunnya
angka kematian ibu melahirkan dari 228
menjadi 118 per 100.000 kelahiran hidup,
dan menurunnya angka kematian bayi dari 34
menjadi 24 per 1.000 kelahiran hidup
(Kemkes RI, 2010).
Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian
Bayi (AKB) merupakan
salah satu indikator penilaian status
kesehatan. Menurut Survei Demografi dan
Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007 yang
dikutip dari Rencana Strategis
Kementerian Kesehatan Tahun 2010-2014 Angka
Kematian Ibu (AKI) melahirkan
menurun dari 307 per 100.000 kelahiran
hidup pada tahun 2004 menjadi 228 per
100.000 kelahiran hidup pada tahun 2007.
Sedangkan Angka Kematian Bayi (AKB)
juga mengalami penurunan dari 35 per 1.000
kelahiran hidup pada tahun 2004
menjadi 34 per 1000 kelahiran hidup pada
tahun 2007. Walaupun sudah mengalami
penurunan AKI dan AKB masih jauh dari
target MDG’s tahun 2015 yaitu untuk AKI
102 per 100.000 kelahiran hidup dan untuk
AKB 23 per 1.000 kelahiran hidup,
sehingga diperlukan berbagai upaya untuk
pencapaian target (Kemkes RI, 2010).
Sementara di Provinsi Sumatera Utara AKI
dalam 7 tahun terakhir
menunjukkan kecenderungan penurunan, dari
360 per 100.000 kelahiran hidup tahun
Universitas Sumatera Utara2002 menjadi 345
per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2003, 330 per 100.000
tahun 2004, 320 per 100.000 kelahiran hidup
pada tahun 2005, 315 per 100.000
kelahiran hidup tahun 2006, 275 per 100.000
kelahiran hidup tahun 2007, dan pada
tahun 2008 menjadi 260 per 100.000
kelahiran hidup yang masih lebih tinggi bila
dibandingkan rata-rata nasional tahun 2007
yaitu 228 per 100.000 kelahiran hidup
(Dinkes Provsu, 2009).
Menurut Kementerian Kesehatan RI tahun
2010, tiga faktor utama kematian
ibu melahirkan adalah perdarahan (28%),
eklampsia (24%), dan infeksi (11%).
Anemia dan kekurangan energi kronis (KEK)
pada ibu hamil menjadi penyebab
utama terjadinya perdarahan dan infeksi
yang merupakan faktor utama kematian ibu.
Menurut data WHO, di berbagai negara paling
sedikit seperempat dari seluruh
kematian ibu disebabkan oleh perdarahan,
proporsinya berkisar antara kurang dari 10
persen sampai hampir 60 persen (PP dan KPA,
2010).
Di Indonesia diperkirakan ada 14 juta kasus
perdarahan dalam kehamilan.
Setiap tahunnya paling sedikit 128.000
perempuan mengalami perdarahan sampai
meninggal. Perdarahan pasca persalinan
terutama perdarahan postpartum primer
merupakan perdarahan yang paling banyak
menyebabkan kematian ibu. Perdarahan
postpartum primer yaitu perdarahan pasca
persalinan yang terjadi dalam 24 jam
pertama kelahiran (Faisal, 2008).
Menurut Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera
Utara penyebab utama kematian
ibu di Sumatera Utara belum ada survei
khusus, tetapi secara nasional disebabkan
karena komplikasi persalinan (45%),
retensio plasenta (20%), robekan jalan lahir
Universitas Sumatera Utara(19%), partus
lama (11%), perdarahan dan eklampsia masing-masing (10%),
komplikasi selama nifas(5%), dan demam
nifas (4%)(Veronika, 2010).
Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kota
Medan, proporsi perdarahan pada
tahun 2002 sebesar 2,3% atau sebanyak 30
orang dari 1310 persalinan dan jumlah
kematian ibu sebanyak 2 orang (CFR=6,7%),
pada tahun 2003 sebesar 2,5% atau
sebanyak 35 orang dari 1425 persalinan dan
jumlah kematian ibu karena perdarahan
sebanyak 3 orang (CFR=8,6%) (Rahmi, 2009).
Berdasarkan penelitian Ajenifuja (2010) di
Nigeria bahwa dari 76 wanita yang
mengalami perdarahan postpartum primer yang
dirawat di Obafemi Awolowo
University Teaching Hospital dari tahun
2002 sampai 2006 disebabkan terutama
karena retensio plasenta (71,05%) diikuti
atonia uteri (15,79%) laserasi jalan lahir
(11,84%) dan coagulopathy (1,32%).
Terdapat kontroversi mengenai pengaruh
paritas terhadap perdarahan
postpartum primer. Beberapa penelitian
menyebutkan bahwa paritas bermakna
sebagai faktor risiko perdarahan postpartum
primer, tetapi beberapa penelitian lain
menyebutkan bahwa paritas tidak bermakna
sebagai faktor risiko perdarahan
postpartum primer.
Penelitian yang menyatakan paritas bermakna
sebagai faktor risiko antara lain
penelitian Herianto (2003) di RS Sardjito
Yogyakarta selama kurun waktu 5 tahun
(1998-2002) pada 55 kasus perdarahan
postpartum primer dari 3640 persalinan
pervaginam. Hasil penelitian membuktikan
bahwa paritas lebih dari 3 bermakna
sebagai faktor risiko yang memengaruhi
perdarahan postpartum primer (OR=2,87;
95% CI 1,23;6,73). Menurut penelitian
Miswarti (2007), insiden kejadian perdarahan
Universitas Sumatera Utarapostpartum primer
di RSUD Dr. M. Djamil Padang tahun 2005 sebesar 4,4% dari
seluruh persalinan dimana proporsi ibu yang
mengalami perdarahan postpartum
primer dengan paritas 1 sebesar 12% dan
paritas lebih dari 3 sebesar 48%, serta
terdapat hubungan yang signifikan antara
paritas dengan perdarahan postpartum
primer. Menurut penelitian Milaraswati
(2008) bahwa terdapat 29 kasus perdarahan
postpartum primer di RSUD Gambiran Kota
Kediri pada tahun 2008 dengan proporsi
ibu dengan paritas <4 sebesar 31,03% dan
proporsi ibu dengan paritas >4 sebesar
68,97% serta terdapat hubungan yang
signifikan antara paritas dengan perdarahan
postpartum primer.
Beberapa penelitian yang menyebutkan bahwa
paritas tidak bermakna sebagai
faktor risiko perdarahan postpartum primer antara
lain penelitian Lertbunnaphong
(2010) yang menyatakan bahwa dari 74 kasus
perdarahan postpartum primer di
Siriraj Hospital Thailand tahun 2005
ditemukan proporsi ibu multipara yang
mengalami perdarahan postpartum primer
sebesar 56,76% dimana paritas tidak
bermakna sebagai faktor risiko perdarahan
postpartum primer (OR=1,09 ; 95% CI
0,62;1,91). Menurut penelitian Selo-Ojeme
(1997) bahwa dari 101 kasus perdarahan
postpartum primer di Obafemi Awolowo
University Teaching Hospitals Nigeria
ditemukan proporsi ibu grandemultipara yang
mengalami perdarahan postpartum
primer sebesar 11% dan menyatakan bahwa
paritas tidak bermakna sebagai faktor
risiko perdarahan postpartum primer
(OR=0,80 ; 95% CI 0,20;2,10).
RSUD Dr. Pirngadi Medan adalah salah satu
rumah sakit rujukan yang besar
di Kota Medan sehingga memiliki data jumlah
kasus perdarahan postpartum primer
yang cukup besar. Berdasarkan survei awal
dari data rekam medis RSUD Dr.
Universitas Sumatera UtaraPirngadi Medan
ditemukan proporsi kasus perdarahan postpartum primer pada tahun
2007 sebesar 4,56% atau sebanyak 39 orang
dari 855 persalinan, tahun 2008 sebesar
2,90% atau sebanyak 30 orang dari 1033
persalinan, tahun 2009 sebesar 1,05% atau
sebanyak 11 orang dari 1048 persalinan, dan
untuk tahun 2010 sebesar 0,01% atau
sebanyak 5 orang dari 742 persalinan. Jadi,
dari tahun 2007 sampai tahun 2010
terdapat 85 kasus perdarahan postpartum
primer.
Walaupun setiap tahun perdarahan postpartum
primer mengalami penurunan
namun perdarahan postpartum primer
merupakan faktor utama penyebab kematian
ibu yang harus dicegah. Pencegahan
perdarahan postpartum primer tersebut dapat
dilakukan dengan mengetahui faktor risiko
yang memengaruhinya.
Banyak faktor yang mempunyai arti penting
baik sendiri maupun secara
gabungan dalam menimbulkan perdarahan
postpartum primer. Paritas tinggi
merupakan salah satu faktor yang
menyebabkan perdarahan postpartum primer
dimana wanita dengan paritas tinggi
menghadapi risiko perdarahan yang semakin
meningkat. Ibu-ibu dengan kehamilan lebih
dari satu kali atau yang termasuk
multipara mempunyai risiko lebih tinggi
terhadap terjadinya perdarahan postpartum
dibandingkan dengan ibu-ibu yang termasuk
golongan primipara. Faktor multiparitas
banyak dijumpai pada ibu-ibu yang mengalami
perdarahan postpartum primer di
RSUD Dr. Pirngadi Medan tahun 2007 - 2010.
Faktor lain yang juga diduga
memengaruhi perdarahan postpartum primer
yaitu umur ibu, pendidikan ibu, jarak
antar kelahiran, riwayat persalinan buruk
sebelumnya dan status anemia.
Universitas Sumatera Utara1.2 Rumusan
Masalah
Walaupun setiap tahun mengalami penurunan,
jumlah kasus perdarahan
postpartum primer di RSUD Dr. Pirngadi
Medan tahun 2007 – 2010 cukup besar dan
merupakan penyebab utama kematian ibu yang
harus dicegah dengan mengetahui
faktor risikonya, antara lain adalah
paritas. Tetapi terdapat kontroversi mengenai
pengaruh paritas terhadap perdarahan
postpartum primer. Beberapa penelitian
menyebutkan bahwa paritas bermakna
memengaruhi perdarahan postpartum primer,
sedangkan beberapa penelitian lain
menyebutkan bahwa paritas tidak bermakna
memengaruhi perdarahan postpartum primer.
Sehingga belum diketahuinya pengaruh
paritas terhadap perdarahan postpartum
primer di RSUD Dr. Pirngadi Medan tahun
2007 - 2010.
1.3Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui pengaruh paritas terhadap
perdarahan postpartum primer di
RSUD Dr. Pirngadi Medan tahun 2007 - 2010.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui penyebab utama
perdarahan postpartum primer di RSUD Dr.
Pirngadi Medan tahun 2007 – 2010.
2. Untuk mengetahui pengaruh paritas, umur,
pendidikan, jarak antar kelahiran,
riwayat persalinan buruk sebelumnya dan
status anemia terhadap perdarahan
postpartum primer di RSUD Dr. Pirngadi
Medan tahun 2007 – 2010.
Universitas Sumatera Utara3. Untuk
mengetahui pengaruh paritas setelah dikontrol variabel umur, pendidikan,
paritas, jarak antar kelahiran, riwayat
persalinan buruk sebelumnya dan status
anemia terhadap perdarahan postpartum
primer di RSUD Dr. Pirngadi Medan
Tahun 2007 - 2010.
1.4 Manfaat Penelitian
1. Sebagai informasi bagi pihak rumah sakit
dalam upaya pencegahan perdarahan
postpartum primer yang merupakan salah satu
penyebab kematian ibu
melahirkan.
2. Sebagai sumber informasi mengenai
pengaruh paritas terhadap perdarahan
postpartum primer.
Universitas Sumatera Utara
Tidak ada komentar:
Posting Komentar